MINUT -- Kamis, (8/8/2024). Peristiwa Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Minahasa Utara (Minut) Eksekusi lahan tidak menunjukan batas, pemilik lahan meninggal dunia.
Pemilik tanah Jurike Paseki, meninggal dunia dikarenakan lahan miliknya dieksekusi oleh pengadilan negeri Minahasa Utara, tanpa menunjukan batas-batas tanah.
Demikian dikatakan Albert Pinangkaan dan Marten Pinangkaan, kepada Warta Sulut PenaInvestigasi.com di rumah duka, tepatnya di kawasan Citraland Jalan Ring Road, kota Manado, Selasa 06 Agustus 2024.
Albert Pinangkaan dan Marten Pinangkaan, adalah anak kandung almarhuma Jurike Paseki. "Mama kami meninggal karena peristiwa eksekusi lahan yang dilakukan penngadilan negeri kabupaten Minahasa Utara," ungkap Albert dan Marten, penuh tangis.
Hingga saat ini para ahli waris tanah keluarga besar Pinangkaan - Paseki, merasa dirugikan lahan mereka dieksekusi pengadilan minut, tanpa menunjukan titik kordinat dan batas-batas tanah yang sah.
Menurut Albert dan Marten, sebelum lahan mereka dieksekusi, Kepala kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Minahasa Utara, Sammy M. P. Dondokambey ST, telah menerbitkan surat resmi terkait masalah tanah milik Keluarga Jurike Paseki, yang berlokasi di Desa Mapanget, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Isi surat tersebut, menunjuk surat tanggal 18 Desember 2018, berdasarkan Berita Acara Penyerahan Dokumen Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara tanggal 3 April 2006 antara Drs Constantyn C, DR, Kani SH, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa dengan Albert C, Katuuk S.Si, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara. Buku Tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 31 Desa Mapanget, an Arnold Rorimpandey tidak termasuk dalam daftar yang diserahkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara, yang ditanda tangani oleh Kepala BPN Kabupaten Minahasa Utara, Sammy Dondokambey, pada tanggal 7 Januari 2019.
Ahli waris tanah Albert (Abey) dan Marten (Aten) menjelaskan, tanah warisan mereka seluas kurang lebih 13 hektar. Dua (2) hektar lebih telah diklaim dan sudah dukuasi oleh Refly Rorimpandey, sementara almarhuma Jurike Paseki dan anak-anaknya tidak pernah menjual tanah kepada Refly Rorimpandey.
Anehnya, pihak pengadilan Minut mengatakan bahwa lahan seluas 49000 (4 hektar lebih) akan dieksekusi. Sementara lahan terebut bukan hanya 49000, tapi luasnya 9 hektar lebih. Itupun tidak termasuk 2 hektar lahan yang diklaim oleh Refly Rorimpandey.
"Sampai orangtua kami meninggal, kami tidak pernah menjual sebidang tanah kepada Keluarga Rorimpandey, karena tanah kami belum ada surat pembagian kepada kami anak-anak bersaudara," jelas Abey dan Aten.
Keduanya menduga, eksekusi lahan yang dilakukan pengadilan Minut, berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) "bodong" nomor 31 dan penuh rekayasa batas tanah.
Mengutip pernyataan mantan Kepala BPN Minut Sammy Dondokambey, Kedua ahli waris tanah ini mengatakan bahwa sertifikat nomor 31 tidak terdaftar di kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Minahasa Induk dan BPN Kabupaten Minahasa Utara. "Kami menduga sertifikat nomor 31 itu adalah sertifikat bodong karena tidak terdaftar di BPN Minahasa dan BPN Minahasa Utara," kata Aten dan Abey.
Marten dan Albert juga menyayangkan peristiwa yang telah menghilangkan nyawa orangtua mereka. "Kami tidak bermaksud menuduh bahwa pengadilan minut telah membunuh Mama kami yang paling kami sayang, tapi Mama kami meninggal dunia karena pihak pengadilan mengeksekusi tanah kami tanpa menunjukan titik kordinat dan batas-batas tanah yang sah," pungkas kedua ahli waris tanah ini penuh tangis.
Abey dan Aten, sapaan akrabnya Albert Pinangkaan dan Marten Piangkaan, mengatakan setelah pengadilan mengeksekusi lahan itu hingga orangtua mereka meninggal, pihak penggugat Refly Rorimpandey, tidak dapat menguasai objek tanah tersebut. "Kami sangat menghargai dan menghormati supermasi hukum asalkan hukumnya diterapkan seadil-adilnya, tapi karena orangtua kami meninggal karena eksekusi tidak adil, kami tidak akan menyerah dan akan terus menguasai tanah warisan orangtua kami," ujar Aten dan Abey.
Sebelumnya, almarhuma Jurike Paseki, pernah melaporkan masalah ini ke Markas Besar Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara, dengan Laporan Polisi Nomor LP/07/I/2021/SULUT/SPKT Tanggal 06 September tahun 2021, dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat, yang terlapornya Refly Rorimpandey dan kawan-kawan.
Aten dan Abey, penuh heran perkara yang dilaporkan orangtua mereka ke Polda Sulut, sampai sekarang perkaranya dipetieskan tak kunjung ada kejelasan.
Tanah Keluarga Pinangkaan - Paseki dieksekusi oleh pengadilan Minut, atas gugatan Refly Rorimpandey. "Kami meneduga, Sertifikat yang dipegang Refly Rorimpandey itu sertifikat bodong. Kalau sertifikatnya asli kenapa BPN Minut dan BPN Minahasa, katakan sertifikatnya tidak termasuk dalam daftar," sebut Abey.
Di rumah duka, para ahli waris menduga eksekusi yang dilakukan pengadilan Minahasa Utara, sarat kepentingan dan penuh rekayasa. "Kami Keluarga Besar Pinangkaan - Paseki, mendesak Presiden Jokowi, Jaksa Agung RI, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin S.H, M.M, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), segera mengambil alih perkara ini dan mengusut tuntas oknum-oknum mafia tanah yang diduga terlibat dalam peristiwa ini hingga orangtua kami meninggal dunia.
(Michael R L Mangaha)